Jatuh Bangun Menggapai Sukses, Sumbar pun Dilirik
SONNY JENDRIZA IDROES:
Jatuh Bangun Menggapai Sukses, Sumbar pun Dilirik
Sumber : Singgalang Minggu
Tanggal 26 May 2012
SONNY JENDRIZA IDROES Jatuh Bangun Menggapai Sukses, Sumbar pun Dilirik PADANG - Setinggi-tinggi bangau terbang, jatuhnya ke kubangan juga.” Pepatah ini tepat dialamatkan kepada Sonny Jendriza Idroes. Sukses mengembangkan bisnis sektor pertanian dan bisnis lainnya di kampung orang, sejak setahun lalu diviruskan pula di kampung sendiri, ranah minang. Sebagai putra asal Silaiang Atas, Kota Padang Panjang, ia merasa ikut bertanggungjawab bagaimana usaha pertanian bisa berkembang di daerah ini. Sonny.
Itulah panggilan akrabnya. Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (FPUA) ini, diakui tak banyak orang menge¬nalnya. Paling jajaran keluarga besar alumni FPUA dan almamatern¬ya, Unand. Lalu, keluarga besarnya di Padang Panjang. Menyebut keluarga Sanyun di kota serambi mekah itu, baru orang tahu. Keluarga ini memang terpandang dan disegani. Sonny bagian dari keluarga ini. “Potensi alam Sumbar luar biasa. Banyak yang bisa dikembangkan untuk mendongkrak perekonomian masyarakat. Benar, pemerintah daerah sudah mengarah ke sana dan secara bertahap memperlihatkan hasil, tapi perlu sentuhan lebih lagi. Butuh dukungan investor dan stakeholder terkait, lebih banyak lagi,”kata dia. Sonny bukannya tidak tahu akan potensi yang dimiliki Sumbar. Sebagai orang Minang tulen dan kuliah di Fakultas Pertanian Unand, dia tahu hal itu. Apalagi bekal kuliah yang didapat sema¬kin membulat tekadnya untuk bisa mendongkrak potensi pertanian tersebut. Tapi, ketika itu, dia belum bisa berbuat apa-apa. Ilmu ada, tapi untuk diimplementasikan masih ragu-ragu. Belum ada pengalaman. Tak heran, setahun setelah menamatkan kuliah tahun 1997, Sonny merantau ke Lampung. Dia berusaha mandiri. Tekad ingin maju tertanam dalam di hatinya. Perlahan tapi pasti, awalnya bekerja dengan orang, kemudian membuka usaha sendiri, pembibitan tanaman. Lama kelamaan usaha yang dilakoni itu berkembang. Berhasil pula mempekerjakan puluhan karyawan. “Itu semua berkat kerja keras dan berani menghadapi risiko. Rasanya tak berguna kuliah di Fakultas Pertanian, kalau ilmu yang didapat tak diimplimentasikan. Makanya, usaha pembibitan dan penangkaran bibit saya rintis. Di sana, banyak lahan pertanian yang potensial. Tak jauh beda dengan Sumbar,”kenang pria ganteng yang juga aktivis saat mahasiswa dulu. Tiga tahun Sonny menggeluti usaha ini. Entah apa yang terjadi dan dia tak menyangka pula, usaha yang sudah membuka peluang kerja bagi penduduk setempat, kian hari kian menurun. Perkembangan usaha tak hanya stagnan tapi juga mengalami kemunduran. Akhirnya, tak bisa dielakkan. Bangkrut. Rang Padang Panjang kelahiran Padang, 31 Januari 1969 itu, jatuh. Putus asakah dia? Tidak.
Sonny
menganggap kegagalan yang dialami dalam usaha penangkaran itu, pasti
ada hikmah yang bisa dipetik untuk bangkit lagi. Pengalaman bisnis
penangkaran bibit di Lampung itu dia jadikan pelajaran berharga. Rasa
optimis muncul dari sosok pemuda yang ramah dan pandai bergaul kepada
semua orang ini. Ia terbang ke Jakarta. Dirintisnya usaha pengadaan
obat-obatan. Berkembang. Lalu dirintis pula bisnis perumahan hingga
bisnis adversiting. Juga berkembang. Bisa begini, karena semangatnya
yang gigih. Jiwa wiraswasta yang melekat pada orang Minang, ternyata
juga mendarah daging pada Sonny. Ditambah, bekal belajar dari kegagalan
bisnis di Lampung, ia menuai sukses. Sekitar 1.000 lebih tenaga kerja ia
tampung untuk menjalani berbagai bisnis tersebut. Sama halnya, dengan
usaha pertamanya, bisnis ini mengalami masa paceklik juga. Sonny _jatuah
tapai_. Sepintas orang melihat dengan kondisi itu, bisa jadi gila. Tapi
Sonny tidak. Kendati sangat pedih dan menyakitkan, ia masih punya iman.
Sebagai orang yang dilahirkan dari keluarga besar Sinyun, dia tidak
boleh putus asa, apalagi menempuh jalan pintas, mengakhiri hidup. Tidak
ada dalam kamusnya, jalan seperti ini. Lagi-lagi ia beranggapan,” Ini
cobaan dari Allah,”ujarnya. Sonny harus bangkit. Semangat ini, juga
dimunculkan oleh kolega dan yunior maupun seniornya sesama alumni FPUA.
Maklum, Sonny di Jakarta, tak hanya sekadar berbisnis saja, tapi aktif
di berbagai organisasi sosia dan kemasyarakatan. Sama halnya ketika
berusaha di Lampung. Soal berorganisasi ini, memang tak lepas darinya.
Sejak SMA hingga kuliah, Sonny aktif di berbagai organisasi. Di Jakarta
itu, salah satunya, aktif di perkumpulan Ikatan Alumni FPUA
se-Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Maklum,
alumni FPUA yang merupakan fakultas tertua di Unand, sambuah di sana.
Menggeluti berbagai profesi, mulai pengu¬saha, profesional, pejabat
pemerintah, PNS hingga aktivis LSM.
Ketua
IKA FPUA se-Jabodetabek ini, beralih ke bisnis ekpor buah pada 2010.
Dua kegagalan usaha yang dilakoni sejak awal, benar-benar dijadikan
guru. Tak sekadar bisnis saja, dia juga punya niat mulia bagaimana buah
dan hasil pertanian yang telah diusahakan petani, mendatangkan
keuntungan bagi petani. Tak sekadar dapat pagi habis sore. Niat mulia
yang ditanamkan itu, ternyata berpengaruh kepada perjalanan bisnis
ekspor buah dan produk pertanian yang dilakoni Sonny. Maju pesat dan
berkembang. Ke berbagai negara, sudah dikunjungi. Lagi, bukan sekadar
memuluskan bisnis, tapi tetap berpikir, harga di tingkat petani harus
dinaikkan. Soalnya harga buah produksi Indonesia di luar negeri, harga
belinya jauh lebih tinggi. Salah satu faktor yang mendorong kenapa harga
lebih tinggi adalah kemasannya. Begitu juga proses penyimpanannya.
Inilah yang menjadi perhatian Sonny. Ya, sejak setahun silam, ia pun
merasa terpanggil untuk mengabdi¬kan keberhasilan di negeri orang itu
agar berhasil pula di negeri sendiri. Potensi banyak. Untuk tahap awal,
usaha pembibitan pertanian yang pernah sukses di Lampung, diterapkan di
Sumbar. Sonny telah membuka usaha membibitan tanaman jeruk, karet, kakao
dan sejumlah tanaman lain, antara lain di Padang dan Payakumbuh. Dan
kini mulai berkembang. Tahap demi tahap, ia akan menerapkan pula usaha
ekspor buah dari Sumbar. Kesuksesan bisnis ekspor yang dilakoni di
Jakarta dan Jokyakarta, juga akan diviruskan ke Sumbar. Niatnya hanya
satu, bagaimana nilai jual di tingkat petani bisa bertambah. Bahkan,
ilmu dan pengalaman untuk mengembangan kawasan agrowisata berni¬lai plus
bagi penduduk sekitar, siap-siap pula diterapkan. Sumbar punya ini.
“Rasanya saya berdosa kalau tidak menerapkan di kampung halaman sendiri.
Apalagi potensi kita, jauh lebih hebat. Benar, kita berbisnis tentu
mencari untung, tapi bisnis yang dilakoni itu harus pula membuat
petani produsen dan masyarakat sekitar untung,”ujar Sonny yang sekilas
mirip aktor ganteng Primus Justisio ini. (effendi) Teks foto Bersama Dr.
Feri Arlis Dt. Sipado, dosen Unand di kebun pembibi¬tannya di Kota
Tangah, Padang. (effendi) Sonny tak segan-segan turun tangan ikut
menyirami bibit tanaman yang ia kelola. (effendi)
Jatuh Bangun Menggapai Sukses, Sumbar pun Dilirik
Sumber : Singgalang Minggu
Tanggal 26 May 2012
SONNY JENDRIZA IDROES Jatuh Bangun Menggapai Sukses, Sumbar pun Dilirik PADANG - Setinggi-tinggi bangau terbang, jatuhnya ke kubangan juga.” Pepatah ini tepat dialamatkan kepada Sonny Jendriza Idroes. Sukses mengembangkan bisnis sektor pertanian dan bisnis lainnya di kampung orang, sejak setahun lalu diviruskan pula di kampung sendiri, ranah minang. Sebagai putra asal Silaiang Atas, Kota Padang Panjang, ia merasa ikut bertanggungjawab bagaimana usaha pertanian bisa berkembang di daerah ini. Sonny.
Itulah panggilan akrabnya. Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (FPUA) ini, diakui tak banyak orang menge¬nalnya. Paling jajaran keluarga besar alumni FPUA dan almamatern¬ya, Unand. Lalu, keluarga besarnya di Padang Panjang. Menyebut keluarga Sanyun di kota serambi mekah itu, baru orang tahu. Keluarga ini memang terpandang dan disegani. Sonny bagian dari keluarga ini. “Potensi alam Sumbar luar biasa. Banyak yang bisa dikembangkan untuk mendongkrak perekonomian masyarakat. Benar, pemerintah daerah sudah mengarah ke sana dan secara bertahap memperlihatkan hasil, tapi perlu sentuhan lebih lagi. Butuh dukungan investor dan stakeholder terkait, lebih banyak lagi,”kata dia. Sonny bukannya tidak tahu akan potensi yang dimiliki Sumbar. Sebagai orang Minang tulen dan kuliah di Fakultas Pertanian Unand, dia tahu hal itu. Apalagi bekal kuliah yang didapat sema¬kin membulat tekadnya untuk bisa mendongkrak potensi pertanian tersebut. Tapi, ketika itu, dia belum bisa berbuat apa-apa. Ilmu ada, tapi untuk diimplementasikan masih ragu-ragu. Belum ada pengalaman. Tak heran, setahun setelah menamatkan kuliah tahun 1997, Sonny merantau ke Lampung. Dia berusaha mandiri. Tekad ingin maju tertanam dalam di hatinya. Perlahan tapi pasti, awalnya bekerja dengan orang, kemudian membuka usaha sendiri, pembibitan tanaman. Lama kelamaan usaha yang dilakoni itu berkembang. Berhasil pula mempekerjakan puluhan karyawan. “Itu semua berkat kerja keras dan berani menghadapi risiko. Rasanya tak berguna kuliah di Fakultas Pertanian, kalau ilmu yang didapat tak diimplimentasikan. Makanya, usaha pembibitan dan penangkaran bibit saya rintis. Di sana, banyak lahan pertanian yang potensial. Tak jauh beda dengan Sumbar,”kenang pria ganteng yang juga aktivis saat mahasiswa dulu. Tiga tahun Sonny menggeluti usaha ini. Entah apa yang terjadi dan dia tak menyangka pula, usaha yang sudah membuka peluang kerja bagi penduduk setempat, kian hari kian menurun. Perkembangan usaha tak hanya stagnan tapi juga mengalami kemunduran. Akhirnya, tak bisa dielakkan. Bangkrut. Rang Padang Panjang kelahiran Padang, 31 Januari 1969 itu, jatuh. Putus asakah dia? Tidak.


Rating: 4.5
Posting: Unknown
Judul: SONNY JENDRIZA IDROES